Sabtu, 30 Maret 2013

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL


 Latar Belakang Humanistik Eksistensial

Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

Tujuan

1.     Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
2.     Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3.     Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.

Fungsi dan Peran Terapis

Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1.             Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2.             Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
3.             Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4.             Berorientasi pada pertumbuhan
5.             Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6.             Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7.             Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
8.             Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.             Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

Teknik Terapi
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.

Prosedur dan Teknik Terapi

Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapis.
1.         Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2.         Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis. Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3.         Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4.         Pencarian Makna : Implikasi Konseling
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.
5.         Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan mejadi berkurang.
6.         Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.



Kelebihan Terapi Humanistik-Eksistensial
1.      Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri;
2.      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri;
3.      Memanusiakan manusia.

Kelemahan Terapi Humanistik-Eksistensial
1.      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal;
2.      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas;
3.      Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri);
4.      Memakan waktu lama.



  sumber: 
Corey, G. (1995). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Semarang : PT IKIP Semarang Press
Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius 





Rabu, 20 Maret 2013

TERAPI PSIKOANALISA

Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis adlah sebuah model perkembangan keperibadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.Penting untuk di ingat bahwa Freud adalah pencipta pendekatan psikodinamika terhadap psikologi, yang memberikan pandangan baru kepada psikologi dan menemukan cakrawala-cakrawala baru.Ia, misalnya membangkitkan minat terhadap motivasi tingkah laku. Freud juga mengundang banyak kontroversi, eksplorasi, penelitian dan menyajikan landasan tempat bertumpu system-sistem yang muncul kemudian.

       Bentuk-bentuk terapi psikoanalisa adalah :

1.      Hipnosis
Hipnosis adalah suatu prosedur yang menyebabkan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau tingkah laku berubah karena disugesti. Huffman, dkk. (1997) seperti ditulis Semiun (h. 555) mengidentifikasi individu yang dihipnotis, bahwa dia yang dihipnotis itu (1) perhatiannya dipersempit dan terfokus, (2) menjadikannya sangat mudah menggunakan imajinasi dan pelbagai halusinasi, (3) sikap individu itu menjadi pasif dan reseptif, (4) tanggapan terhadap rasa sakit berkurang, dan (5) sangat mudah sekali disugesti, dengan kata lain, kesediannya untuk mengadakan respon terhadap perubahan-perubahan persepsi meningkat.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008), kita akan temukan bahwa hipnotis itu suatu perbuatan yang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis, yaitu keadaan seperti tidur karena sugesti, yang dalam taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali. Dalam terapi psikoanalitik, hipnotis digunakan oleh Freud pada tahap awal kepraktikannya bersama seorang neurolog Prancis kenamaan Jean Charcot dan dokter asal Wina Josef Breuer saat menangani pasien yang mengidap histeria.
Awal kemunculan hipnosis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
Pada saat demonstrasi eksperimen Charcot itu, terdapat seorang dokter muda asal Wina, yang diketahui belakangan bernama Sigmund Freud. Freud berpikir waktu itu dan menyimpulkan bahwa apapun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran. Dan pada saat itulah, Freud belajar dan menggunakan hipnosis untuk melihat alam tak sadar manusia. Hanya beberapa tahun Freud akrab dengan hipnosis, dia meninggalkannya karena dirasa hipnosis tidak efektif seperti metode-metode lainnya, dan sejak kesadaran akan hal tersebut, Freud benar-benar tidak menggunakannya lagi. Walau demikian, jejak rekamnya tentu saja sulit dilupakan orang. Sebagai seorang psikolog yang pernah menggunakan metode hipnotis, orang akan sangat sulit melupakannya bahwa Freud pernah menggunakan hipnotis pada awal kepraktikannya sebagai seorang psikiatri, walau Freud sendiri sudah tidak pernah lagi menggunakannya.

2.      Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas merupakan metode yang menyuruh pasien menguraikan secara terinci masing-masing simtom segera sesudah simtom itu muncul dan diikuti dengan menghilangnya simtom-simtom tersebut. Analis meminta kepada klien agar mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, remeh, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Singkatnya, dengan menceritakannya tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah klien berbaring di atas balai-balai sementara analis duduk di belakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.

3.      Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klienpemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkapkan.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi : isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif-motof yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi.

4.      Transefernsi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Transferensi pada tahap yang paling kritis berefek abreaksi (pelepasan tegangan emosional) pada pasien. Efek lain yang mungkin, ada dua, yaitu positif dan negatif. Positif adalah saat pasien secara terbuka mentransferkan perasaan-perasaannya sehingga menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta kepada terapis. Negatif bila tatkala kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis. Dan ini dapat berefek fatal terhadap proses terapi.

5.      Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, pelbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien. Karena penafsiran merupakan masalah yang begitu kritis, analis harus benar-benar menyadari mekanisme-mekanisme dan pelbagai dorongan untuk mempertahankan dirinya sebab kalau tidak dia akan jatuh ke dalam perangkap penafsiran terhadap pelbagai perasaan dan pikiran dinamik pasien menurut sederet pengalaman dan masalah hidup analis sendiri.
Teknik-teknik pada terapi psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, dan untuk memahami makna berbagai gejala. Kemajuan terapeutik berawal dari pembicaraan klien kepada katarsis, kepada pemahaman, kepada penggarapan bahan yang tak disadari, ke arah tujuan-tujuan pemahaman intelektual dan emosional yang diharapkan mengarah pada perbaikan kepribadian.

EFEKTIFITAS
Keefektifan dalam terapi ini bila perawatan psikonalitis berhasil maka pasien tidak lagi menderita simptom-simptom yang melumpuhkan. Ia menggunakan energi psikis untuk menjalankan fungsi-fungsi ego, dan ia memiliki ego yang luas di mana berisi pengalaman-pengalaman yang sebelumnya direpresikan, ia tidak mengalami perubahan kepribadian yang penting. Dan ia benar-benar menjadi apa yang diinginkannya dalam kondisi yang menyenangkan.

Kekurangan dalam metode psikoanalisis adalah :

  •  Pandangan yang terlalu merendahkan martabat kemanusiaan
  •   Tidak memiliki konsekuensi-konsekuensi empiris
  •   Proses penalaran tidak dikemukakan secara eksplisit
  •  Tidak menjawab bagaimana pengaruh timbal balik antara kateksis dan anti kateksis
Kelebihan dalam metode psikoanalisa adalah :
  • Adanya motivasi yang tidak disadari memungkinkan seseorang untuk    dapat berbuat “lebih”
  •  Dapat menggali informasi lebih dalam
  • Berusaha menggambarkan individu-individu sepenuhnya yang hidup sebagian dalam dunia kenyataan dan sebagian lagi dalam dunia khayalan, tetapi sekaligus mapu berpikir dan bertindak secara rasional
     sumber:
  • Gerald, Corey. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychoterapy.Thompson learning: USA.
  • Palmer, Stephen. (2011). Konseling Psikoterapi diterjemahkan dariIntroduction to Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.